Siapa Sultan Jawa Pertama - Arsif NKRI
Home » » Siapa Sultan Jawa Pertama

Siapa Sultan Jawa Pertama

Posted by Unknown
Arsif NKRI, Updated at: February 20, 2017

Posted by Unknown on Monday 20 February 2017


Dalam Babad Tanah Jawi, Raden patah bergelar: Raden Patah Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Gelar sepanjang itu, selain tidak menyebut kata "Sultan", sebenarnta juga meragukan untuk penguasa Jawa Islam pada saat itu, terutama penggunaan istilah "sayidin panatagama", sebab kekuasaan keagamaan dan kekuasaan pemerintah tidak berada di tangan Raden Patah sekaligus.
.
Pada saat Raden Patah ditabalkan menjadi penguasa Demak, kekuasaan keagamaan berada di tangan Majelis Wali angkatan ke-4 (1466-1513) yang diketuai oleh Sunan Giri Kedaton di mana sebelumnya diketuai oleh Sunan Ampel Denta, jadi tidak mungkin Raden Patah memiliki gelar yang melekatkan kekuasaan keagamaan di pundaknya.

Gelar sultan untuk Raden Patah bisa dijumpai dalam Serat Pranitiradya yang menyebut Sultan Syah Alam Akbar dan dalam Hikayat Banjar dengan sebutan Sultan Surya Alam. Jika dua sebutan dari dua sumber ini benar, pertanyaanya mengapa Pengeran Sebrang Lor (Unus) penguasa Demak kedua tidak menggunakan gelar sultan dan hanya menyandang gelar “adipati”?

Dalam buku: Kisah Raden Patah, Adipati Unus dan Sultan Trenggana karya Ahmad Sodikin (buku ini dijual di lingkungan Musium Masjid Demak) menyebutkan bahwa sebutan sultan pertama untuk penguasa Demak diberikan kepada Trenggana atas usulan iparnya yang bernama Maulana Fathillah (menikah dengan Ratu Pambayun, janda Pangeran Jayakenala). Namun Ahmad Sodikin sendiri membantahnya, sebab menurutnya penguasa Jawa pertama yang menggunakan gelar sultan adalah Pangeran Ratu dari Banten pada 1638.

Teks Sejarah Banten Besar (SBB) menyebut penguasa Banten pertama, Maulana Hasanuddin saat ditabalkan menjadi penguasa berjuluk: Penembahan Surosowan (wus ing internan Molana jumeneng nata, punika jeneng neki, Panembahan Surosowan). Sampai Maulana Muhammad berkuasa gelar sutan belum digunakan. Maulana Muhammad sendiri bergelar: Kanjeng Ratu Banten Surosowan.

Sedangkan sebutan sultan untuk penguasa Pajang, Jaka Tingkir dengan sebutan: Sultan Hadiwijaya juga meragukan sebab pewarisnya, Pageran Benawa dan Sutawijaya juga tidak menggunakan gelar sultan. Sutawijaya yang secara defacto berkuasa setelah Hadiwijaya menggunakan gelar “Senapati” dan diwariskan kepada anak dan cucunnya. Mas Jolang (anak Sutawijaya) bergelar Senapati ing Alaga Ngabdurahman Kalipatullah Panembahan Anyakrawati, sedangkan Mas Rangsang (cucu Sutawijaya) bergelar Senapati ing Alaga Ngabdurahman Panetep Panatagama Kalipatullah Panembahan Hanyakrakesuma.

Pada tahun 1624, atas usulan Tumenggung Wiranatapada, Panembahan Hanyakrakesuma menggunakan gelar “susuhunan” setelah menaklukan Madura. Pada 1641 penguasa Mataram itu mendapat gelar kehormatan dari penguasa Mekah dengan sebutan: Sultan Abdul Muhammad Maulana al Matarami atau yang dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Konon sebutan itu diminta agar tidak kalah pamor dengan gelar yang dimiiki oleh penguasa Banten yang sudah menggunakan gelar sultan lebih dulu.

Setelah Sultan Agung, pewarisnnya tidak ada yang menggunakan gelar sultan; anaknya yang bernama Raden Mas Jibus menggunakan sebutan: Sunan Mangkurat Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama. Gelar “sunan” itu digunakan hingga sekarang di keraton Mataram Surakarta, sedangkan gelar sultan digunakan lagi sejak berdirinya Mataram Yogyakarta hingga sekarang.

Share This Post :

0 comments:

Post a Comment

Post Terbaru

 
Copyright © 2015 Arsif NKRI.
Design by Creating Website and CB Design